“Orang bilang
tanah kita tanah surga,
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”
Lirik lagu berjudul kolam susu ini dirilis oleh band Koes Plus pada tahun 1973.
Kita tahu bahwa ratusan tahun sebelum merdeka, Indonesia lama dijajah bangsa
asing karena memiliki kekayaan alam yang sungguh sangat luar biasa
kaya. Secara fisik, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia yang
terdiri atas 17.508 pulau, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yakni
81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau 70 persen
dari luas teritorial Indonesia (Dahuriet al., 2001)
Dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang
dimiliki bangsa Indonesia, harusnya rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke
bisa hidup makmur dan sejahtera. Kenyatannya hari ini masih banyak rakyat
Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Padalah sudah
jelas dalam UU No. 33 ayat (3) menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hingga saat ini, hasil dari pengelolaan SDA
oleh Negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum merata dirasakan oleh
rakyat Indonesia, khususnya dibidang
pertambangan yang memiliki potensi sangat besar.
Praktik-praktik privatisasi yang dilakukan BUMN hanya meninggalkan
kepedihan bagi rakyat Indonesia. Sudah banyak kasus ‘perampasan’ SDA yang
disaksikan oleh rakyat di tanahnya sendiri. Contohnya Freeport dengan tambang
emasnya dan Danone Golden Misisipi yang menguasai mata air gunung salak.
Kegiatan pertambangan bersentuhan langsung dengan keberlangsungan lingkungan hidup berkelanjutan. Proses penambangan menimbulkan banyak persoalan lingkungan, mulai dari merubah struktur dan batuan tanah yang berpotensi menyebabkan tanah longsor juga perubahan sosial budaya seperti konflik sosial di lingkungan sekitarnya. Misalnya kasus Pertambangan galian jenis C yang ada di kecamatan Rumpin, kabupaten Bogor.
Kegiatan pertambangan bersentuhan langsung dengan keberlangsungan lingkungan hidup berkelanjutan. Proses penambangan menimbulkan banyak persoalan lingkungan, mulai dari merubah struktur dan batuan tanah yang berpotensi menyebabkan tanah longsor juga perubahan sosial budaya seperti konflik sosial di lingkungan sekitarnya. Misalnya kasus Pertambangan galian jenis C yang ada di kecamatan Rumpin, kabupaten Bogor.
Sering terjadi
konflik antara warga dengan perusahaan pertambangan. Mulai dari proses
pengeboman tanah yang menyebabkan rumah warga retak hingga truk-truk besar pengangkut pasir yang melintasi permukiman
warga yang sudah beberapa kali merenggut koban jiwa. Kemudian jalan raya yang
dilalui truk-truk besar menjadi sangat berdebu dan berlubang. Belum lagi
oknum yang mengatas namakan warga untuk kepentingan individu yang memintai uang
jalan di setiap persimpangan jalan.
Proses dan pengelolaan
limbah penambangan jelas
harus memenuhi standar minimum yang sudah ditetapkan. Selain itu, perusahaan
tambang harus mengetahui AMDAL di daerah sekitar pertambangan yang dekat dengan
permukiman warga. Sangatlah perlu diadakannya pengelolaan SDA yang baik sehingga dalam pengelolaannya juga harus melihat faktor lingkungan
hidup. Pengelolaan lingkungan yang dikelola berbasis kearifan lokal,
bukan atas kepentingan kapitalisme.
- 6:29 PM
- 0 Comments