Tambang dan Persoalan Pertambangan

6:29 PM

“Orang bilang tanah kita tanah surga,
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”

Lirik lagu berjudul kolam susu ini dirilis oleh band Koes Plus pada tahun 1973. Kita tahu bahwa ratusan tahun sebelum merdeka, Indonesia lama dijajah bangsa asing karena  memiliki kekayaan alam yang sungguh sangat luar biasa kaya. Secara fisik, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yakni 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau 70 persen dari luas teritorial Indonesia (Dahuriet al., 2001)

Dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki bangsa Indonesia, harusnya rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke bisa hidup makmur dan sejahtera. Kenyatannya hari ini masih banyak rakyat Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Padalah sudah jelas dalam UU No. 33 ayat (3) menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam  yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hingga saat ini, hasil dari pengelolaan SDA oleh Negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum merata dirasakan oleh rakyat Indonesia, khususnya dibidang pertambangan yang memiliki potensi sangat besar. Praktik-praktik privatisasi yang dilakukan BUMN hanya meninggalkan kepedihan bagi rakyat Indonesia. Sudah banyak kasus ‘perampasan’ SDA yang disaksikan oleh rakyat di tanahnya sendiri. Contohnya Freeport dengan tambang emasnya dan Danone Golden Misisipi yang menguasai mata air gunung salak.

Kegiatan pertambangan bersentuhan langsung dengan keberlangsungan lingkungan hidup berkelanjutan. Proses penambangan menimbulkan banyak persoalan lingkungan, mulai dari merubah struktur dan batuan tanah yang berpotensi menyebabkan tanah longsor juga perubahan sosial budaya seperti konflik sosial di lingkungan sekitarnya. Misalnya kasus Pertambangan galian jenis C yang ada di kecamatan Rumpin, kabupaten Bogor. 

Sering terjadi konflik antara warga dengan perusahaan pertambangan. Mulai dari proses pengeboman tanah yang menyebabkan rumah warga retak hingga truk-truk besar pengangkut pasir yang melintasi permukiman warga yang sudah beberapa kali merenggut koban jiwa. Kemudian jalan raya yang dilalui truk-truk besar menjadi sangat berdebu dan berlubang. Belum lagi oknum yang mengatas namakan warga untuk kepentingan individu yang memintai uang jalan di setiap persimpangan jalan.

Proses dan pengelolaan limbah penambangan jelas harus memenuhi standar minimum yang sudah ditetapkan. Selain itu, perusahaan tambang harus mengetahui AMDAL di daerah sekitar pertambangan yang dekat dengan permukiman warga. Sangatlah perlu diadakannya pengelolaan SDA yang baik sehingga dalam pengelolaannya juga harus melihat faktor lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan yang dikelola berbasis kearifan lokal, bukan atas kepentingan kapitalisme.



You Might Also Like

0 komentar

0