Bijak Bermedia Sosial Bentuk Perlawanan Terhadap Diskriminasi, Intoleransi, dan Kekerasan Ekstrimis

4:43 PM

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai keberagaman budaya, bahasa, suku, bangsa, ras, agama dan keyakinan. Keberagaman ini yang menjadikan bumi nusantara begitu seksi dan menjadi aset negara yang sangat penting. Indonesia yang terdiri dari gugusan pulau besar dan kecil, bersatu menjadi sebuah kesatuan yang paripurna.

Dulu ibu pertiwi ini dikenal dengan negara yang plural dan toleran. Benar saja, semua perbedaan itu menyatu menjadi sebuah harmoni yang penuh kedamaian. Meski tidak dipungkiri konflik pasti ada, namun semua itu tidak menjadi hal yang besar yang berdampak kepada kesatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semua mulai bergeser ketika indonesia mulai mengenal teknologi informasi. Satu sisi, teknologi informasi yang semakin canggih menjadi salah satu penemuan yang sangat mempengaruhi kemajuan peradaban manusia. Sisi lain, teknologi ini juga mampu merusak peradaban yang sudah dibangun susah payah oleh para pendiri bangsa. Semua informasi tentang apapun, orang bisa dengan mudah mengaksesnya dimanapun dan kapanpun.

Tak hanya informasi yang sifatnya umum, dengan munculnya media sosial informasi mengenai privasi seseorangpun bisa diketahui orang banyak dan bahkan jadi pembicaraan publik. Di indonesia sendiri, menurut artikel yang dimuat oleh Youthmanual.com, dari 3,8 milyar orang, 2,9 milyarnya aktif menggunakan media sosial. Dari total 2,9 milyar pengguna media sosial, sekitar 2,6 milyarnya mengakses media sosial mereka via mobile phones.

Penggunaan media sosial yang mulai ‘menggila’ dan tidak bijak bisa memicu pertengkaran, intoleransi, permusuhan, diskriminasi bahkan bisa saja terjadi perang. Seperti beberapa tahun terakhir ini, wabah hoax dan ujaran kebencian yang marak terjadi, berdampak pada semakin tingginya tingkat intoleransi dalam hidup berkeragaman. Ketegangan antar komunitas agama atau keyakinan beberapa kali terjadi akibat tekanan dan serangan terhadap kelompok minoritas. Bahkan isu agama dan ras sempat dijadikan bahan untuk pertarungan politik. 
Bijak Bermedia Sosial Bentuk Perlawanan Terhadap Diskriminasi, Intoleransi, Dan Kekerasan Ekstrimis
Meningkatnya intoleransi menggerakkan pemerintah juga mengundang para aktifis dan komunitas atau organisasi yang bergerak di bidang perdamaian dan Hak Asasi Manusia beramai-ramai melakukan konter narasi dan literasi media sosial. Selain itu, Kampanye untuk menjadi pengguna media sosial yang bijak terus ditekankan.

Media sosial, semua orang bisa mengaksesnya cukup dengan mobile phone dan koneksi internet. Kendali sepenuhnya berada pada si pemiliki akun. ‘Gagal’ bijak dalam menggunakan media sosial salah satunya adalah pengetahuan yang kurang, sehingga informasi yang diperoleh dari media sosial diterima apa adanya tanpa ada filterisasi dan tabayun terlebih dahulu.

Orang-orang dengan pengetahuan yang cukup bahkan lebih, harusnya sudah tahu bagaimana seharusnya mereka menggunakan media sosial. Buruknya adalah, orang-orang ‘pintar’ ini kadang secara sadar mereka membuat dan menyebarkan konten yang bermuatan intoleransi, diskriminasi bahkan kekerasan ekstrimis, jelas karena kepentingan tertentu.

Media sosial juga kerap kali digunakan kelompok radikal untuk menyebarkan konten yang bermuatan radikal dan bisa berdampak pada kekerasan ekstrimis. Benar saja, pengakuan dari beberapa orang-orang yang terindikasi radikal dan melakukan kekerasan ekstrimis, mereka dapatkan informasi itu berawal dari internet dan media sosial. Iman yang lemah juga menjadi salah satu penyebab radikalisme. Sebab, sesungguhnya semua agama itu baik. Memerintahkan setiap pemeluknya untuk melakukan kebaikan dan memegang teguh perdamaian. Orang atau kelompok yang melakukan Kekerasan mengatasnamakan agama sesungguhnya mereka bukanlah orang yang beragama.

Hoax, ujaran kebencian dan konten yang mengandung kekerasan ekstrimis tidak bisa dikatakan bahwa itu kebebasan berpendapat di media sosial. Ketika kebebasan berpendapat atau berekspresi seseorang mengganggu atau merugikan kebebasan orang lain, maka itu bukan kebebasan berpendapat atau kebebasan berekspresi yang dimaksudkan dalam Hak Asasi Manusia.

Tanpa disadari secara perlahan, apa yang dikonsumsi di media sosial sedikit banyaknya berpengaruh pada kehidupan nyata. Banyaknya pengguna media sosial, jika semua bersatu bisa menjadi kekuatan yang luar biasa melawan diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan ekstrimis. Semua orang bisa menjadi pribadi yang bijak.

Banyak konten negatif bertebaran di media sosial, harusnya media sosial pun mampu menjadi alat perlawanan terhadap diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan ekstrimis. Melihat hari ini orang-orang lebih banyak mengakses media sosial, konter narasi di media sosial menjadi perlu dan penting sebagai bentuk perlawanan terhadap konten yang negatif.

Konten-konten positif dengan kata-kata atau video singkat misalnya, dijadikan untuk menyambung narasi positif dan bisa dengan mudah disebarkan hanya dengan sekali klik semua orang bisa melihatnya. Membanjiri dengan konten positif secara terus menerus akan dengan sendirinya menimbun konten negatif. Tugas semua elemen masyarakat untuk membangun dan menebarkan perdamaian di bumi.

You Might Also Like

0 komentar

0